Sekitar dua puluh tahun yang lalu, Ami sedang menjalankan semester
terakhir dan berusaha menyelesaikan skripsi. Disaat itu pula, 2 minggu
yang akan datang, Ami akan dipersunting oleh seorang pria yang bernama
Iman (bukan nama sebenarnya).
Ami dan Iman telah berpacaran selama 7 tahun. Iman merupakan teman SD
Ami. Mereka telah kenal selama 14 tahun. Masa 7 tahun adalah masa
pertemanan, dan kemudian dilanjutkan ke masa pacaran. Mereka bahkan
telah bertunangan dan 2 minggu ke depan, Ami dan Iman akan melangsungkan
ijab kabul.
Entah mimpi apa semalam, tiba-tiba Ami dikejutkan oleh suatu berita.
Adiknya Iman: Mbak Ami, Mbak Ami. Mas Iman…Mas Iman….kena musibah!
Ami: Innalillahi wa inna illahi roji’un…
Saat itu Ami tidak mengetahui musibah apa yang menimpa Iman. Kemudian sang adik melanjutkan beritanya…
Adiknya Iman: Mas Iman…kecelakaan…dan..meninggal…
Ami: Innalillahi wa inna illahi roji’un…
…dan Ami kemudian pingsan…
Setelah bangun, Ami dihadapkan oleh mayat tunangannya. Ami yang shock
berat tak bisa berkata apa-apa. Bahkan tidak ada air mata yang mengalir.
Ketika memandikan jenazahnya, Amit terdiam. Ami memeluk tubuh Iman yang
sudah dingin dengan begitu erat dan tak mau melepaskannya hingga
akhirnya orang tua Iman mencoba meminta Ami agar tabah menghadapi semua
ini.
Setelah dikuburkan, Ami tetap terdiam. Ia berdoa khusyuk di depan kuburan Iman.
Sampai seminggu ke depan, Ami tak punya nafsu makan. Ia hanya makan
sedikit. Ia pun tak banyak bicara. Menangis pun tidak. Skripsinya
terlantar begitu saja. Orangtua Ami pun semakin cemas melihat sikap
anaknya tersebut.
Akhirnya bapaknya Ami memarahi Ami. Sang bapak sengaja menekan anak
tersebut supaya ia mengeluarkan air mata. Tentu berat bagi Ami
kehilangan orang yang dicintainya, tapi tidak mengeluarkan air mata sama
sekali. Rasanya beban Ami belum dikeluarkan.
Setelah dimarahi oleh bapaknya, barulah Ami menangis. Tumpahlah semua kesedihan hatinya. Setidaknya, satu beban telah berkurang.
…tiga bulan kemudian…
Skripsi Ami belum juga kelar. Orangtuanya pun tidak mengharap banyak
karena sangat mengerti keadaan Ami. Sepeninggal Iman, Ami masih terus
meratapi dan merasa Iman hanya pergi jauh. Nanti juga kembali, pikirnya.
Di dalam wajah sendunya, tiba-tiba ada seorang pria yang tertarik
melihat Ami. Satria namanya (bukan nama sebenarnya). Ia tertarik dengan
paras Ami yang manis dan pendiam. Satria pun mencoba mencaritahu tentang
Ami dan ia mendengar kisah Ami lengkap dari teman-temannya.
Setelah mendapatkan berbagai informasi tentang Ami, ia coba mendekati
Ami. Ami yang hatinya sudah beku, tidak peduli akan kehadiran Satria.
Beberapa kali ajakan Satria tidak direspon olehnya.
Satria pun pantang menyerah, sampai akhirnya Ami sedikit luluh. Ami pun
mengajak Satria ke kuburan Iman. Disana Ami meminta Satria minta ijin
kepada Iman untuk berhubungan dengan Ami. Satria yang begitu menyayangi
Ami menuruti keinginan perempuan itu. Ia pun berdoa serta minta ijin
kepada kuburan Iman.
Masa pacaran Ami dan Satria begitu unik. Setiap ingin pergi berdua,
mereka selalu mampir ke kuburan Iman untuk minta ijin dan memberitahu
bahwa hari ini mereka akan pergi kemana. Hal itu terus terjadi
berulang-ulang. Tampaknya sampai kapanpun posisi Iman di hati Ami tidak
ada yang menggeser. Tetapi Satria pun sangat mengerti hal itu dan tetap
rela bersanding disisi Ami, walaupun sebagai orang kedua dihati Ami.
Setahun sudah masa pacaran mereka. Skripsi Ami sudah selesai enam bulan
yang lalu dan ia lulus dengan nilai baik. Satria pun memutuskan untuk
melamar Ami.
Sebelum melamar Ami, Satria mengunjungi kuburan Iman sendirian. Ini
sudah menjadi ritual bagi dirinya. Disana ia mengobrol dengan batu nisan
tersebut, membacakan yasin, sekaligus minta ijin untuk melamar Ami.
Setelah itu Satria pulang, dan malamnya ia melamar Ami.
Ami tentu saja senang. Tapi tetap saja, di hati Ami masih terkenang
sosok Iman. Ami menceritakan bagaimana perasaannya ke Satria dan
bagaimana posisi Iman dihatinya. Satria menerima semua itu dengan lapang
dada. Baginya, Ami adalah prioritas utamanya. Apapun keinginan Ami, ia
akan menuruti semua itu, asalkan Ami bahagia.
Ami pun akhirnya menerima lamaran Satria.
…beberapa bulan setelah menikah…
Di rumah yang damai, terpampang foto perkawinan Ami dan Satria. Tak jauh
dari foto tersebut, ada foto perkawinan Ami ukuran 4R. Foto perkawinan
biasa, namun ada yang janggal. Di foto tersebut terpampang wajah Ami dan
Iman.
Ya, Ami yang masih terus mencintai Iman mengganti foto pasangan
disebelahnya dengan wajah Iman. Foto itupun terletak tak jauh dari foto
perkawinan Satria dan Ami. Sekilas terlihat foto tersebut hasil rekayasa
yang dibuat oleh Ami. Namun Satria mengijinkan Ami meletakkan foto
tersebut tak jauh dari foto perkawinan mereka.
Bagaimanapun Ami tetap akan mencintai Iman sekaligus mencintai Satria,
suami tercintanya. Dan Satria merupakan pria yang memiliki hati sejati.
Baginya, cinta sejatinya adalah Ami. Apapun yang Ami lakukan, ia
berusaha menerima semua keadaan itu. Baginya tak ada yang perlu
dicemburui dari batu nisan. Ia tetap menjalankan rumah tangganya dengan
sakinah, mawaddah dan warramah, hingga saat ini…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar